Mengenal Kopi Fermentasi Setara Kopi Luwak dalam Sajian Coffee Tour


Provinsi Sumatera Barat sudah lama dikenal memiliki objek wisata alam yang indah. Keindahan alam Sumatera Barat bahkan telah banyak dikenal pelancong domestik maupun manca negara.
Namun, 'menikmati Sumatera Barat' bukan sekadar menikmati alamnya saja. Ada banyak hal menarik yang bisa didapat melalui berbagai kegiatan yang memberi pengalaman baru bagi Anda ketika berwisata.
Tepatnya di kawasan wisata Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, ada satu kegiatan wisata baru yang disebut sebagai agrowisata perkebunan kopi atau oleh pencetusnya disebut Coffee Tour.
Kegiatan agrowisata Coffee Tour, dirintis seorang alumni Politeknik Pertaninan Universitas Andalas, Pebriansyah. Pria kelahiran Palembang, 27 tahun silam, mengambil jurusan Menajemen Perkebunan, berkonsentrasi pada budidaya kopi dan pengolahannya.
Kecintaan Pebri pada kopi telah bermula di masa kuliah. Kecintaan itu pula yang membuatnya memilih penelitian akhir terkait kopi fermentasi.
Selesai kuliah di Unand Padang pada 2014, Pebri langsung memulai usaha coffee shop beralamat di jalan Soekarno-Hatta, Kota Payakumbuh. Di kota ini, Pebri merintis usaha secara profesional. Berbekal ilmu manajemen pertanian yang dimiliki, dia tidak ingin sekadar menjadi 'penjual kopi.'
Ia lalu memadukan kegiatan pariwisata dalam bisnis kopi. Maka sejak 2015, Pebri merintis kegiatan agrowisata dengan menawarkan pengalaman baru bagi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Kegiatan wisata tersebut lalu diberi nama Coffee Tour di bawah manajemen perusahaan Nusantara Coffee yang dipimpinnya.
Pengalaman baru yang akan Anda dapatkan dalam Coffee Tour adalah merasakan bagaimana cara membudidaya kopi langsung di kebunnya. Lalu, Anda dapat merasakan bagaimana mengolah kopi secara benar, hingga menyajikannya ke gelas untuk Anda nikmati.
"Kami menawarkan nilai edukasi tentang kopi dalam kegiatan wisata ini," sebut Pebri kepada Covesia, Jumat (14/10/2016).
Lokasi Agrowisata Coffee Tour
Agrowisata Coffee Tour yang dikelola Pebri berada dekat kawasan objek wisata Lembah Harau. Cagar alam tersebut merupakan objek wisata terkenal di Sumatera Barat yang keindahannya telah memukau para pelancong dari belahan dunia.
Lembah Harau berada di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini berjarak sekitar 138 kilometer dari Kota Padang, 47 kilometer dari Kota Bukittinggi dan sekitar 18 kilometer dari Kota Payakumbuh.
Sementara, kawasan agrowisata Coffee Tour berada di dataran tinggi di pinggang Gunung Sago. Transportasi dari luar Sumatera Barat dapat Anda pilih menggunakan jalur darat maupun udara.
Jika Anda memilih jalur udara, maka Anda akan memasuki Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Kabupaten Padang Pariaman. Anda dapat memilih berbagai maskapai penerbangan yang sesuai dengan keinginan, salah satunya maskapai bujet seperti Lion Air atau Air Asia yang membuka rute menuju Sumbar setiap harinya.
Lokasi agrowisataCoffee Tourdi pinggang Gunung Sago ini, tentu tidak akan mengecewakan. Berada di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl, membuat kawasan ini sejuk dan jauh dari polusi.
Untuk dapat mengikutiCoffee Tour ini, Anda tidak perlu mengeluarkan biaya terlalu mahal, sebab ada beberapa paket yang ditawarkan pengelola, mulai dari penjemputan ke bandara, penginapan di homestay Lembah Harau, serta belajar budidaya kopi hingga proses pengolahannya. Anda juga dapat menikmati kopi hasil olahan sendiri.
Khusus paket coffee tour di luar transportasi dan penginapan, Anda akan dikenakan biaya, per jam sebanyak Rp100 ribu. Biasanya, setiap satu kali tur, wisatawan menghabiskan waktu hingga lima jam.
Sedangkan, untuk penginapan di kawasan Lembah Harau, pihak homestay menawarkan harga variatif mulai dari Rp90 hingga Rp500 ribu per malam per orangnya.
Wisatawan domestik yang telah berkunjung ke lokasi wisata ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan dari mancanegara, Coffee Tour telah menerima tamu dari Perancis, Jerman, Inggris, Austria, Belanda, dan Amerika Serikat dengan jumlah wisatawan lebih dari 100 orang.
Pengalaman Mengolah Kopi
Berwisata memang tidak melulu melihat dan menyaksikan keindahan alam di suatu tempat saja. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar aktivitas berlibur menjadi suatu pengalaman yang bahkan belum dirasakan sebelumnya.
Jika Anda pernah atau bahkan sering mengunjungi objek wisata, tentu ada banyak momen yang terjadi dan biasanya didokumentasikan dalam bentuk foto maupun video.
Nah, akan menarik apabila yang didokumentasikan adalah aktivitas yang berbeda dari biasanya, seperti belajar membudidayakan kopi, mengolah, hingga menikmati kopi hasil racikan sendiri.
Pengalaman inilah yang ditawarkan saat Anda mengikuti kegiatan wisata Coffee Tour. Anda akan mengetahui bagaimana proses budidaya kopi di dataran tinggi, khususnya di kawasan perkebunan kopi Gunung Sago, Lima Puluh Kota.
Pebri bekerja sama dengan petani kopi setempat, yang telah menjadi rekan dalam pengembangan dan kemajuan kopi di Sumatera Barat.
Sejak menggeluti bidang ini, dia melakukan pembinaan dan kerja sama dengan kelompok tani, mulai dari teknik perkebunan, perawatan dan pasca panen, serta kerja sama pemasaran produk kopi.
"Bibit kopi yang digunakan dalam budidaya adalah kopi arabica dan robusta dari bibit kopi Sri Garar Utang, Lini-s, dan Kartika asal Aceh dan Jember," kata Pebri.
Dia membeberkan proses pengolahan kopi yang biasa dijelaskannya kepada wisatawan.
Proses dimulai dari pemetikan biji kopi (arabica/ robusta) siap panen (berwarna merah). Setelah dipetik, kopi lalu dikupas menggunakan pulper (alat pengupas kulit kopi).
Karena produk kopi yang dihasilkan adalah kopi fermentasi, maka setelah dikupas, kopi masuk ke proses fermentasi menggunakan bahan sepertibromelin dan papainyang diracik dengan takaran tertentu dan teliti, yang kemudian mampu menghasilkan kopi fermentasi.
Selanjutnya, dilakukan penjemuran dalam waktu tertentu. Lalu masuk ke proses sortasi untuk menemukan kopi berkualitas grade 1 atau speciality sampai mendapati kadar air maksimal 11 %.
Setelah sortasi, maka masuk ke proses roasting (sangrai) dengan menggunakan roaster hingga didapat tingkatan roasting terbaik, dan siap untuk dikemas atau diolah lebih lanjut.
Pengalaman ini tentu layak didokumentasikan dalam bentuk foto maupun video. Ini bisa menjadi 'bingkisan menarik' untuk Anda, sekaligus edukasi dan pengalaman berharga, khususnya pengetahuan mengolah kopi.
Mengenal Kopi Fermentasi Setara Kopi Luwak
Kopi fermentasi hasil kreasi Pebri menjadi kebanggaan baginya. Dia dinilai berhasil menemukan salah satu cara menghasilkan produk kopi setara dengan kopi luwak. Kreasi itu dihasilkan atas penelitiannya untuk mendapatkan gelar Strata 1 Sarjana Teknik Pertanian di Unand, Padang.
Mengapa kopi fermentasi?
Kopi luwak saat ini cukup digandrungi dan bahkan memiliki nilai jual tinggi. Kopi luwak dikenal di belahan dunia, karena ciri khas aroma dan rasa yang tidak dimiliki kopi lainnya.
Keterbatasan dalam menghasilkan produk kopi menggunakan musang luwak,memicu Pebri mencari cara lain, agar aroma dan rasa kopi luwak tetap diperoleh.
"Bila hanya mengandalkan hewan luwak, produksi jadi sulit diukur karena sangat bergantung kepada populasi luwak di perkebunan setempat," katanya.
Selain itu, menurut Pebri, proses alami dari hewan luwak, pada sebagian orang belum dapat diterima mengingat dihasilkan melalui proses pembuangan kotoran.
"Dari hal ini suatu cara sangat diperlukan untuk menghasilkan rasa kopi yang diiinginkan tanpa harus bergantung terhadap hewan luwak, tetapi tetap mendapatkan cita rasa yang sama dengan aroma dan rasa kopi luwak," sebut Pebri.
Dari ide ini, Pebri kemudian memanfaatkan teknologi getah papainyang dapat menurunkan kadar protein kopi, yang menyebabkan rasa pahit bila biji kopi disangrai. Tindakan ini meniru peran lambung musang luwak dalam memecah protein dari kopi yang dimakan.
Biasanya papain digunakan untuk melunakkan daging sebelum dimasak. Pilihan menggunakan papain untuk memecahkan protein, sesuai dengan riset Ps Jothish pada 2013, dariTropical Botanic Garden and Research Institute Kerala, India.
Riset tersebut membuktikan pepaya merupakan buah yang paling banyak dimakan luwak, mencapai 25,53 %. Buah lain di antaranya nangka, pisang, dan cabai merah.
"Buah menjadi konsumsi utama (makanan musang luwak) mencapai 82 %, yang artinya secara alami sistem pencernaan luwak memang didominasi bahan pencerna protein," jelasnya.
Menurut Pebri, menggunakan papain sebagai fermentasi dalam pengolahan kopi dapat meningkatkan harga jual kopi, karena selama ini komoditi kopi rakyat dihargai relatif murah.
Biaya pemeliharaan hewan luwak per bulan bisa mencapai Rp1 juta per ekor. Sementara, penggunaan papain dapat meningkatkan nilai tambah, namun dengan cara sederhana, sehingga nilai jual kopi mentah di kalangan petani lebih meningkat.
"Dengan menggunakan fermentasi papain dapat memangkas waktu dan biaya secara signifikan, kemudian produksi mudah diatur untuk merespon perubahan harga atau permintaan pasar," katanya.
Saat permintaan atau harga anjlok, sebut Pebri, produksi bisa segera dikurangi. Tidak ada biaya operasional lain berupa pemeliharaan luwak.
Selain papain, fermentasi juga dapat menggunakan bromelinyang dapat memberikan aroma dan cita rasa yang khas. "Sehingga didapatlah kualitas kopi yang spesial setara kopi luwak bahkan melebihinya."
Jenis kopi yang dihasilkan dalam proses fermentasi berupa, kopi arabikafermentasi, kopi robusta dan arabika dengan fermentasi papain dan bromelin.
"Kami hanya menggunakan kopi dari jenis robusta dan arabika yang benar-benar telah sempurna untuk dipanen, yang ditandai dengan warna buah merah, dari sumber kebun yang terpercaya dan berkesinambungan," katanya.
Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Kopi
Pengakuan terhadap aroma dan rasa "kopi fermentasi setara kopi luwak" bukan penilaian subjektif. Aroma dan rasa kopi fermentasi yang diolahnya mendapat pengakuan dari KetuaAsosiasi Kopi Luwak Indonesia (AKLI), Edy Panggabean.
"Waktu itu kita mengikuti pameran kopi yang digelar di Kota Padang pada Mei 2016, dan turut menghadirkan pak Edy Panggabean," katanya.
Dalam pameran itu, kata Pebri, Ketua AKLI Edy Panggabean mencicipi kopi fermentasi hasil olahannya. Lalu, Edy bertanya, "kopi luwak jenis apa ini?" tanya Edy.
"Untuk meyakinkan pak Edy, saya minta beliau mencicipi kopi itu kembali," sebutnya.
Edy mengira jika kopi olahan Pebri adalah kopi luwak. Pebri lalu menerangkan bahwa kopi olahannya merupakan hasil fermentasi dari enzim papain dan bromelin, yang mampu menghasilkan cita rasa setara kopi luwak.
Pengakuan ini membuat Pebri semakin bersemangat untuk mengembangkan bisnis dan pemasaran kopi fermentasi olahannya.
Melalui perusahaannya, Nusantara Coffee,Pebri meneruskan pengembangan hingga ke beberapa lokasi seperti di Kabupaten Solok, Payakumbuh, Lima Puluh Kota dan sedang dikembangkan di Kota Padang.
"Saya berniat segera mengurus Hak Kekayaan Intelektual atas produk kopi yang saya hasilkan," katanya.
Selama dua tahun (2015-2016), Nusantara Coffee sudah menghasilkan dan memasarkan sekira 70 ton produk kopi dengan merek Sam's Roasted Bean, yang didistribusikan ke cafe-cafe maupun konsumsi pribadi, hingga menembus pasar ekspor di Amerika Serikat dan Australia.
"Proses Sam's Coffee hanya sampai di roasting saja, lalu dikemas sempurna," katanya.
Harga Sam's Coffee Roasted Bean relatif terjangkau. Setiap 1 kilogram dibanderol seharga Rp225 ribu.
Dalam 10 tahun ke depan, Pebri berencana mengembangkan usahanya ke seluruh Nusantara, hingga berusaha mengembangkan ekspor ke wilayah Eropa dan Timur Tengah.
(*/rdk)
Editor: Rudrik Syaputra
Kategori: Advetorial
sumber: http://m.covesia.com/berita/29228/mengenal-kopi-fermentasi-setara-kopi-luwak-dalam-sajian-coffee-tour.html

SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.